Pasangan Gay dan Lesbian di Aceh Diancam Hukuman Cambuk 100 Kali

By-|

Instagram

Hukuman Cambuk
Hukuman Cambuk di Aceh (kompas.com)

Aceh merupakan provinsi di Indonesia yang menerapkan hukum syariat Islam sejak tahun 2001 silam, hukum tersebut mengatur tata cara hukuman bagi para pelanggar syariat Islam seperti para pengonsumsi alkohol, penjudi, serta orang-orang yang pacaran di tempat umum hingga bersentuhan atau ciuman.

Baru-baru ini Pemerintah Provinsi Aceh memperbarui peraturan hukum syariah tersebut, yaitu dengan menambahkan ancaman hukuman untuk para pasangan homoseksual gay dan lesbian, dalam peraturan baru itu para pasangan gay dan lesbian di Aceh diancam dengan hukuman cambuk 100 kali.

Rancangan peraturan hukum syariah yang baru itu menjelaskan hal-hal yang akan membuat seorang gay atau lesbian dihukum adalah hubungan seks anal antara pria dan menggosok-gosokkan anggota tubuh antar-perempuan untuk stimulasi.

Baca juga:

Meskipun Rancangan peraturan hukum syariah baru itu membuat beberapa pasal atau poin baru soal hukuman untuk gay dan lesbian namun sejatinya hal tersebut adalah bentuk lebih halus dari hukum syariah sebelumnya yang disahkan pada 2009 silam.

Rancangan peraturan hukum syariah yang disahkan  tahun 2009 silam memicu kemarahan masyarakat internasional karena mencakup hukuman rajam sampai mati sebagai hukuman atas perzinahan, hingga akhirnya Gubernur Aceh saat itu Irwandi Yusuf, membatalkan aturan itu.

Ketua komisi pembuat rancangan peraturan hukum syariah di Aceh yaitu Ramli Sulaiman dari Partai Aceh mengatakan, pihaknya telah mempelajari hukum-hukum syariah yang sudah diterapkan di negara-negara lain sebagai bahan perbandingan.

“Kami telah mempelajari pemberlakuan syariah di negara-negara, seperti Arab Saudi, Brunei Darussalam, dan Jordania, untuk membuat rancangan ini dan kami senang dengan hasilnya,” terangnya, dilansir dari kompas.com, Kamis (25/9/2014).

Sementara itu, Djohermansyah Djohan, Direktur Jenderal Otonomi Daerah di Kementerian Dalam Negeri mengaku bahwa pihaknya sedang mempelajari Rancangan peraturan hukum syariah yang baru itu, jika aturan baru itu melanggar hak asasi manusia maka Direktur Jenderal Otonomi Daerah bisa membatalkannya.

Berita Terkait.