Tidak hanya membuat pesawat Regio Prop 80 atau R80, PT Dirgantara Indonesia (DI) saat ini juga sedang bersiap untuk memproduksi pesawat jenis lain. Pesawat tersebut adalah N219, yang saat ini sudah memasuki fase riset.
Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi sudah menggelontorkan dana sebesar Rp 200 miliar untuk biaya pengembangan pesawat N219. Muhammad Nasir, Menteri Ristek dan Dikti mengatakan, pihaknya sudah membuat road map produksi masal pesawat mini berpenumpang 19 orang itu.
Menurut Nasir, pesawat N219 sangat cocok dengan kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Pesawat N219 akan menjadi alternatif terbaik saat jalur transportasi antar pulau sudah tidak bisa lagi dijangkau angkutan darat atau laut.
Baca juga:
“Ketika antarpulau sudah tidak mungkin dijangkau dengan darat atau bahkan laut, pesawat menjadi salah satu alternatifnya,” ujar Nasir di Jakarta, Kamis (22/1/2015).
Agar riset yang dilakukan PT DI berjalan maksimal, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) juga dilibatkan dalam pengembangan pesawat yang hanya membutuhkan landasan pacu sepanjang 600 meter (short landing) itu.
Nasir mempunyai target pada bulan Agustus 2015 nanti pesawat N219 sudah harus jadi, artinya tidak sekadar prototype lagi. Lalu pada akhir 2015, pesawat tersebut harus sudah mendapatkan izin terbang dari otoritas terkait sehingga sudah bisa digunakan untuk transportasi umum.
Mengutip dari JPNN, Sabtu (24/1/2015), dengan sumber daya PT DI sekarang, pesawat N219 hanya akan bisa diproduksi sebanyak 24 uni per tahunnya, sementara target _potential marke_t-nya adalah 200 unit. Sehingga dibutuhkan waktu 9 tahun untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Nasir berencana akan melakukan upgrade kapasitas produksi PT DI sehingga bisa memproduksi N219 sebanyak 30 unit setiap tahunnya. Pesawat seharga USD 5 juta (sekitar Rp 62,4 miliar) itu dikabarkan sudah diminati Thailand. “Informasinya Thailand sudah berminat membeli pesawat ini,” pungkasnya.